Makalah Bahasa Indonesia



ANEKA METODE PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA
A.    Latar Belakang

                  Sudah menjadi kenyataan, kalau Indonesia dalam kualitas pendidikan berada diperingkat 109, sedangkan Malaysia berada diperingkat 61 dari seluruh jumlah negara-negara didunia. Kodisi tersebut dilaporkan langsung oleh Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas). Berkaitan dengan fakta tersebut para pakar memberikan rumusan sebab-sebab keterbelakangan pendidikan di Indonesia. Keterbelakangan tersebut disebabkan oleh pendidikan yang diselenggarakan untuk kepentingan penyelenggara bukan untuk peserta didik, pembelajaran yang diselenggarakan bersifat pemindahan isi (Conten Transmition). Mutu pengajaran menjadi tidak jelas karena yang diukur hanya daya serap sesaat yang diungkapkan lewat proses penilaian hasil belajar yang artifisial. Pengajaran ridak diarahkan kepartisipatori total peserta didik yang pada akhirnya dapat melekat sepenuhnya dalam diri peserta didik, aspek efektif cenderung terabaikan serta diskriminasi penguasaan wawasan terjadi akibat anggapan bahwa yang dipusat mengetahui segalanya dibandingkan dengan yang didaerah. Daerah merasa mengetahui semuanya dibandingkan dengan yang dicabang, karena merasa lebih tahu dibandingkan dengan yang diranting, begitu seterusnya. Sehingga diskriminasi sistematis terjadi akibat pola pembelajaran yang sebjek-objek dan pengajar selalu mereduksi teks yang ada dengan harapan tidak salah melangkah.
                  Sejalan dengan otonomi daerah mulai digulirkan pada masa sekarang atau mendatang tentunya aka nada pergeseran paradigm pendidikan berkaitan dengan pengelolaan pendidikan. Salah satu desakan yang digulirkan adalah usaha untuk mengembalikan pendidikan kepada masyarakat (Sindhunata, 2000: 229). Berkaitan dengan hal itu guru khususnya yang menangani pendidikan harus berani dan mempunyai komitmen untuk mengubah paradigm yang dipegang selama ini keparadigma baru yang justru dibutuhkan oleh masyarakat, paradigm itu adalah yang memadukan antara IQ, EQ, SQ, dan kecerdasan lainnya.
B.     Rumusan Masalah
Adapun  rumusan masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut :
a.       Bagaimana paradigma baru pendidikan di Indonesia ?
b.      Bagaimana posisi pelajaran bahasa Indonesia ?
c.       Apa strategi pembeajaran bahasa Indonesia ?


C.     Manfaat Penulisan
a.       Agar pembaca lebih memahami paradigma pendidikan yang ada di Indonesia.
b.      Membuat pembaca lebih memahami posisi-posisi pembelajaran bahasa Indonesia dikalangan peserta didik dan masyarakat.
c.       Didalam makalah ini mengajak pembaca untuk memahami strategi-strategi pembelajaran bahasa Indonesia.


D.    Tujuan Penulisan
a.       Memahami paradigma baru pendidikan di Indonesia.
b.      Mengidentifikasi posisi pembelajaran bahasa Indonesia
c.       Memahami strategi pembelajan Bahasa Indonesia

E.     Pembahasan

a.       Paradigma Baru Pendidikan
Freire (1986) memberikan paradigma baru bagi pendidikan berdasarkan paradigma kritis, Freire juga mengacu pada suatu landasan bahwa pendidikan adalah proses memanusiawikan manusia kembali. Freire membagi kesadaran manusia dalam belajar kedalam tiga kelompok.
Kelompok pertama adalah kesadaran magis, yakni kesadaran yang tidak mampu mengetahui antara factor satu dengan factor lainnya. Proses pendidikan dengan metode tersebut tidak memberikan kemampuan analisis tentang kaitan antara sistem yang diciptakan dalam proses pelatihan dalam pendidikan dengan permasalahan yang terjadi masyarakat.
Kelompok kedua adalah kesadaran naïf, yakni melihat aspek manusia menjadi penyebab masalah yang berkembang dimasyarakat. Pendidikan dalam konteks naïf tersebut tidak mempertanyakan sistem dan struktur pelatihan. Bahkan,  sistem dan struktur yang ada dianggap sudah baik dan benar. Tugas pelatihan atau proses pendidika adalah mengarahkan agar peserta didik dapat masuk dan beradaptasi dengan sistem yang sudah benar tersebut.
Kesadaran ketiga, yakni disebut dengan kesadaran kritis, kesadaran tersebut lebih melihat sistem dan struktur sebagai sumber masalah. Paradigma kritis dalam pendidikan melatih peserta didik mampu mengidentifikasi ketimpangan struktur dan sistem yang ada. Kemudian mampu melakukan analisis babgaimana sistem bekerja serta mentransformasikannya. Tugas pendidikan dalam paradigma kritis adalah menciptakan ruang dan keselamatan agar peserta didik terlibat suatu proses penciptaan struktur yang secara fundamental baru dan sesuai dengan diri peserta didik.
Bagi Freire, fitrah manusia sejati adalah menjadi pelaku atau subjek bukan penderita atau objek, sehingga panggilan manusia sejati adalah menjadi pelaku sadar yang bertindak mengatasi dunia. Manusia memiliki kepribadian dan eksistensi berbeda dengan binatang yang hanya digerakkan oleh naluri. Hal itu berarti manusia tidak memiliki keterbasan tetapi dengan fitrah kemanusiaannya seseorang harus mampu mengatasi situasi-situasi batas yang mengekangnya.
Sistem pendidikan yang ada selama ini ibarat sebuah bank. Peserta didik diberikan pengetahuan agar kelak mendatangkan hasil yang berlipat-lipat, dengan itu peserta didik lantas diperlakukan sebagai bejana kosong yang akan diisi sebagai sarana tabungan. Berikut daftar antagonis pendidikan antar bank yang sangat magis dan naïf.
1.      Guru mengajar, murid belajar.
2.      Guru tahu segalanya, murid tidak tahu apa-apa.
3.      Guru berfikir, murid dipikirkan.
4.      Guru bicara, murid mendengarkan.
5.      Guru mengatur, murid diatur.
6.      Guru memilih dan memaksakan pilihannya, murid menuruti.
7.      Guru bertindak, murid membayangkan bagaimana bertindak sesuai dengan tindakan guru.
8.      Guru memilih apa yang diajarkan, murid menyesuaikan diri.
9.      Guru mengacaukan wewenang wawasan yangdimilikinya dengan wewenang profesionalismenya dan bertentangan dengan kebebasan murid.
10.  Guru adalah subjek proses belajar, murid objeknya.
            Oleh karena itu, guru atau pelatih menjadi pusat segalanya, hal yang lumrah jika murid mengidentifikasikan diri seperti gurunya sebagai prototype manusia ideal yang harus ditiru serta diteladani dalam segala hal. Sehingga kelak murid-murid itu sebagai duplikasi guru mereka dulu. Sehingga akan lahir generasi baru yang penindas dari dunia pendidikan.

b.      Posisi Pembelajaran Bahasa Indonesia
            Posisi bahasa Indonesia berada dalam dua tugas, tugas pertama adalah bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia tidak mengikat pemakainya untuk sesuai dengan kaidah dasar. Bahasa Indonesia digunakan secara nonresmi, santai, dan bebas yang dipentingkan dalam pergaulan dan perhubungan anatarwarga adalah makna yang disampaikan. Tugas kedua adalah bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara. Sebagai bahasa Negara berarti bahasa Indonesia adalah bahasa resmi, dengan begitu bahasa Indonesia harus digunakan sesuai dengan kaidah, tertib, cermat, dan masuk akal. Bahasa Indonesia yang dipakai harus lengkap dan baku, tingkat kebakuannya diukur oleh aturan kebahasaan dan logika pemakaian. Dua tugas diatas tentunya akan memberikan dampak bagi pembelajaran bahasa Indonesia yang masih awal dalam menguasaan kaidah bahasa Indonesia.
            Materi pembelajaran bahasa Indonesia terintegrasi dengan penggunaan bahasa Indonesia saat ini. Pembelajaran diarahkan kepemakaian sehari-hari baik lisan maupun tulisan dalam konteks bahasa Indonesian, pemakaian bahasa Indonesia tersebut diantaranya melalui wacana tulis dan lisan. Wacana tulis berkembang melalui buku pengetahuan surat kabar, iklan, persuratan, dan lainnya. Sedangkan wacana lisan terkembang melalui percakapan sehari-hari, radio, televisi, pidato, dan lainnya.
            Konsep pembelajaran bahasa Indonesia dimasa lalu cenderung menggunakan pendekatan structural dengan pokok bahasan yang menekannka bunyi, kosakata, dan kalimat. Akibat yang muncul antara lain guru lebih menekankan teori dan pengetahuan bahasa daripada keterampilan berbahasa, bahan pelajaran tidak relevan dengan kebutuhan siswa untuk berkomunikasi, struktur berbahasa dibahas secara lepas, evaluasi banyak menekankan aspek kognitif dan proses belajar mengajar lebih didominasi guru daripada berpusat pada siswa.

c.       Strategi Pembelajaran Bahasa Indonesia
Salah satu tujuan utama prorram bahasa umumnya adalah mempersiapkan siswa untuk melakukan interaksi yang bermakna dengan bahasa yang alamiah. Agar interaksi dapat bermakna bagi siswa perlu didesain secara mendalam program  pembelajaran bahasa Indonesia. Desain yang bertumpu pada komunikatif, intergratif, tematik yang didasari oleh aspek fleksibilitas, siswa sebagai subjek, proses, san kontestual yang tertuang dalam kurikulum.
Strategi pembelajaran merupakan aspek penting dalam kemajuan pendidikan disekolah. Apalagi saat ini Indonesia mulai  berbenah diri dalam pelaksanaan pendidikan bagi warganya melalui diversifikasi kurikulum yang dapat melayani kemampuan sumber daya manusia, kemampuan visual, sarana pembelajaran, dan budaya didaerah. Diversifikasi kurikulum tersebut pada akhirnya dapat menjamin hasil pendidikan bermutu yang dapat menbentuk masyarakat Indonesia yang damai, sejahtera, demokratis, dan budaya saing untuk maju (GBHN 1999). Disisi lain perubahan zaman yang semakin cepat menuntuk pembelajaran dapat mengimbangi perubahan tersebut.
Pembelajaran bahasa saat ini telah banyak strategi pembelajaran yang tersedia. Strategi itu sesuai dan spesifik dengan bahasa bahkan banyak strategi pembelajaran bahasa yang diadopsi oleh bidang studi yang lainnya. Perlu juga disampaikan bahwa strategi meliputi pendekatan, metode, dan teknik. Pendekatan adalah konsep dasar yang melingkupi metode dengan cakupan teoritis tertentu, metode merupakan jabaran dari pendekatan. Suatu pendekatan dapat dijabarkan kedalam berbagai metode. Metode adalah prosedur pembelajaran yang fokuskan kepencapaian tujuan, dari metode teknik pembelajaran diturunkan secara aplikatif. Suatu metode dapat diaplikasikan melalui berbagai teknik pembelajaran. Teknik adalah cara kongkret yang dipakai saat proses pembelajaran berlangsung sehingga guru dapat berganti-ganti teknik pembelajaran meskipun dalam koridor metode yang sama. Oleh karena itu, guru perlu menguasai dan dapat menerapkan strategi yang didalamnya terdapat pendekatan, metode, dan teknik secara spesifik
F.      Kesimpulan dan Saran

a.    Kesimpulan
·         Pendidikan dengan paradigma kritis menempatkan peserta didik sebagai subjek.
·         Proses pembelajaran harus bertumpu kepada siswa sebagai subjek belajar pembelajaran serta program bahasaumumnya adalah untuk mempersiapkan siswa melakukan interaksi yang bermakna dengan bahasa yang alamiah.
·         Keberhasilan pembelajaran adalah penguasaan metode pembelajaran.

b.   Saran
           Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca agar makalah kami dapat lebih baik lagi dalam penulisan selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Ardiana, Leo Idra, 2011. Pembelajaran Kontekstual. Makalah.
Brown, H. Douglas. 1987. Principles of Language Learning and Teaching. New Jersey: Prentice-Hall.
Dahar, Ratba Wilis. 1987. Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga.
Depdikbud. 1993. Kurikulum Bahasa Indonsesia di/ MA. Jakarta: Depdikbud.
De Porter, Bobbi dkk. 1999. Quantum Learning. Bandung: Kaifa.
            . 1999. Quantum Bussines. Bandung: Kaifa.
             . 2011. Quantum Teaching. Bandung: Kaifa.
Dryden, Gordon dan Vos, Jeanette. Revolusi Cara Belajar (bagian I dan II). Bandung: Kaifa.
Fakih, Mansur, dkk. 2001. Pendidikan Popular, Membangun Kesadaran Kritis. Jogyakarta: Insist dan Read Book.
Fairclough, Norman. 1995. Kesadaran Bahasa Kritis (terj. Hartoyo). Semarang: IKIP Semarang Press.
Gunawan, Adi W. 2003. Genius Learning Strategy. Jakarta: Gramedia.
Ibrahim, Muslimin, dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: University Press Unesa.
Johnson, Elaine B. 2002. Contextual Teaching and Learning. California: Corwin Press. Ine
Nunan, David. 1991. Learning Teaching Metbodology: A Tex Book For  Teacher. London: Prentice Hall.
Nur, Muhammad. 2000. Strategi-Strategi Pembelajaran. Surabaya: Pusat Studi Matematika dan IPA Sekolah, Unesa.
dan Wikandari, Prima Retno. 2000. Pengajaran Berpusat kepada Siswa dan Pendekatan Konstruktivis dalam Pengajaran. Surabaya: Pusat Studi matematika dan IPA Sekolah, Unesa.
Parera, Jos Daniel. 1996. Pedoman Kegiatan Belajar Mengajar Bahasa Indonesia, Landas Pikir dan Landas Teori. Jakarta: Grasindo.
Redway, Kathryn. 1992. Membaca Cepat. Jakarta: PT Pustaka Binaman Pressindo.
Rooijakkers, 1982. Mengajar dengan Sukses. Jakarta: Gramedia.
Rose, Colin dan Nicholl, Malcolm J. 2002. Accelerated Learning: Cara Belajar Cepat Abad XXI. Bandung: Nuansa.
Sindhunata (ed.). 2000. Membuka Masa Depan Anak-Anak Kita, Mentari Kurikulum Pendidikan Abad XXI. Jogyakarta: Kanisius.
Subyakto, Sri Utari. 1993. Metodologi Pengajaran Bahasa. Jakarta:Gramedia.
Suhandar, M.E. dan Supinah, Pien. 1992. Efektivitas Metode Pengajaran Bahasa Indonesia. Bandung: Pionir Jaya.
Suyatnodan Subandiyah, Heny. 2001. Metode Pembelajaran. Jakarta: Direktorat PLP Depdiknas.
Shor, Ira dan Freire, Paolo. 2001. Menjadi Guru Merdeka, Petikan Pengalaman. (terjemahan Nashir Budiman). Jogyakarta: LKIS.
Tarigan, Henry Guntur. 1988. Pengajaran Pemerolehan Bahasa. Bandung: Angkasa.
A.    Latar Belakang

                  Sudah menjadi kenyataan, kalau Indonesia dalam kualitas pendidikan berada diperingkat 109, sedangkan Malaysia berada diperingkat 61 dari seluruh jumlah negara-negara didunia. Kodisi tersebut dilaporkan langsung oleh Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas). Berkaitan dengan fakta tersebut para pakar memberikan rumusan sebab-sebab keterbelakangan pendidikan di Indonesia. Keterbelakangan tersebut disebabkan oleh pendidikan yang diselenggarakan untuk kepentingan penyelenggara bukan untuk peserta didik, pembelajaran yang diselenggarakan bersifat pemindahan isi (Conten Transmition). Mutu pengajaran menjadi tidak jelas karena yang diukur hanya daya serap sesaat yang diungkapkan lewat proses penilaian hasil belajar yang artifisial. Pengajaran ridak diarahkan kepartisipatori total peserta didik yang pada akhirnya dapat melekat sepenuhnya dalam diri peserta didik, aspek efektif cenderung terabaikan serta diskriminasi penguasaan wawasan terjadi akibat anggapan bahwa yang dipusat mengetahui segalanya dibandingkan dengan yang didaerah. Daerah merasa mengetahui semuanya dibandingkan dengan yang dicabang, karena merasa lebih tahu dibandingkan dengan yang diranting, begitu seterusnya. Sehingga diskriminasi sistematis terjadi akibat pola pembelajaran yang sebjek-objek dan pengajar selalu mereduksi teks yang ada dengan harapan tidak salah melangkah.
                  Sejalan dengan otonomi daerah mulai digulirkan pada masa sekarang atau mendatang tentunya aka nada pergeseran paradigm pendidikan berkaitan dengan pengelolaan pendidikan. Salah satu desakan yang digulirkan adalah usaha untuk mengembalikan pendidikan kepada masyarakat (Sindhunata, 2000: 229). Berkaitan dengan hal itu guru khususnya yang menangani pendidikan harus berani dan mempunyai komitmen untuk mengubah paradigm yang dipegang selama ini keparadigma baru yang justru dibutuhkan oleh masyarakat, paradigm itu adalah yang memadukan antara IQ, EQ, SQ, dan kecerdasan lainnya.
B.     Rumusan Masalah
Adapun  rumusan masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut :
a.       Bagaimana paradigma baru pendidikan di Indonesia ?
b.      Bagaimana posisi pelajaran bahasa Indonesia ?
c.       Apa strategi pembeajaran bahasa Indonesia ?


C.     Manfaat Penulisan
a.       Agar pembaca lebih memahami paradigma pendidikan yang ada di Indonesia.
b.      Membuat pembaca lebih memahami posisi-posisi pembelajaran bahasa Indonesia dikalangan peserta didik dan masyarakat.
c.       Didalam makalah ini mengajak pembaca untuk memahami strategi-strategi pembelajaran bahasa Indonesia.


D.    Tujuan Penulisan
a.       Memahami paradigma baru pendidikan di Indonesia.
b.      Mengidentifikasi posisi pembelajaran bahasa Indonesia
c.       Memahami strategi pembelajan Bahasa Indonesia










E.     Pembahasan

a.       Paradigma Baru Pendidikan
Freire (1986) memberikan paradigma baru bagi pendidikan berdasarkan paradigma kritis, Freire juga mengacu pada suatu landasan bahwa pendidikan adalah proses memanusiawikan manusia kembali. Freire membagi kesadaran manusia dalam belajar kedalam tiga kelompok.
Kelompok pertama adalah kesadaran magis, yakni kesadaran yang tidak mampu mengetahui antara factor satu dengan factor lainnya. Proses pendidikan dengan metode tersebut tidak memberikan kemampuan analisis tentang kaitan antara sistem yang diciptakan dalam proses pelatihan dalam pendidikan dengan permasalahan yang terjadi masyarakat.
Kelompok kedua adalah kesadaran naïf, yakni melihat aspek manusia menjadi penyebab masalah yang berkembang dimasyarakat. Pendidikan dalam konteks naïf tersebut tidak mempertanyakan sistem dan struktur pelatihan. Bahkan,  sistem dan struktur yang ada dianggap sudah baik dan benar. Tugas pelatihan atau proses pendidika adalah mengarahkan agar peserta didik dapat masuk dan beradaptasi dengan sistem yang sudah benar tersebut.
Kesadaran ketiga, yakni disebut dengan kesadaran kritis, kesadaran tersebut lebih melihat sistem dan struktur sebagai sumber masalah. Paradigma kritis dalam pendidikan melatih peserta didik mampu mengidentifikasi ketimpangan struktur dan sistem yang ada. Kemudian mampu melakukan analisis babgaimana sistem bekerja serta mentransformasikannya. Tugas pendidikan dalam paradigma kritis adalah menciptakan ruang dan keselamatan agar peserta didik terlibat suatu proses penciptaan struktur yang secara fundamental baru dan sesuai dengan diri peserta didik.
Bagi Freire, fitrah manusia sejati adalah menjadi pelaku atau subjek bukan penderita atau objek, sehingga panggilan manusia sejati adalah menjadi pelaku sadar yang bertindak mengatasi dunia. Manusia memiliki kepribadian dan eksistensi berbeda dengan binatang yang hanya digerakkan oleh naluri. Hal itu berarti manusia tidak memiliki keterbasan tetapi dengan fitrah kemanusiaannya seseorang harus mampu mengatasi situasi-situasi batas yang mengekangnya.
Sistem pendidikan yang ada selama ini ibarat sebuah bank. Peserta didik diberikan pengetahuan agar kelak mendatangkan hasil yang berlipat-lipat, dengan itu peserta didik lantas diperlakukan sebagai bejana kosong yang akan diisi sebagai sarana tabungan. Berikut daftar antagonis pendidikan antar bank yang sangat magis dan naïf.
1.      Guru mengajar, murid belajar.
2.      Guru tahu segalanya, murid tidak tahu apa-apa.
3.      Guru berfikir, murid dipikirkan.
4.      Guru bicara, murid mendengarkan.
5.      Guru mengatur, murid diatur.
6.      Guru memilih dan memaksakan pilihannya, murid menuruti.
7.      Guru bertindak, murid membayangkan bagaimana bertindak sesuai dengan tindakan guru.
8.      Guru memilih apa yang diajarkan, murid menyesuaikan diri.
9.      Guru mengacaukan wewenang wawasan yangdimilikinya dengan wewenang profesionalismenya dan bertentangan dengan kebebasan murid.
10.  Guru adalah subjek proses belajar, murid objeknya.
            Oleh karena itu, guru atau pelatih menjadi pusat segalanya, hal yang lumrah jika murid mengidentifikasikan diri seperti gurunya sebagai prototype manusia ideal yang harus ditiru serta diteladani dalam segala hal. Sehingga kelak murid-murid itu sebagai duplikasi guru mereka dulu. Sehingga akan lahir generasi baru yang penindas dari dunia pendidikan.

b.      Posisi Pembelajaran Bahasa Indonesia
            Posisi bahasa Indonesia berada dalam dua tugas, tugas pertama adalah bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia tidak mengikat pemakainya untuk sesuai dengan kaidah dasar. Bahasa Indonesia digunakan secara nonresmi, santai, dan bebas yang dipentingkan dalam pergaulan dan perhubungan anatarwarga adalah makna yang disampaikan. Tugas kedua adalah bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara. Sebagai bahasa Negara berarti bahasa Indonesia adalah bahasa resmi, dengan begitu bahasa Indonesia harus digunakan sesuai dengan kaidah, tertib, cermat, dan masuk akal. Bahasa Indonesia yang dipakai harus lengkap dan baku, tingkat kebakuannya diukur oleh aturan kebahasaan dan logika pemakaian. Dua tugas diatas tentunya akan memberikan dampak bagi pembelajaran bahasa Indonesia yang masih awal dalam menguasaan kaidah bahasa Indonesia.
            Materi pembelajaran bahasa Indonesia terintegrasi dengan penggunaan bahasa Indonesia saat ini. Pembelajaran diarahkan kepemakaian sehari-hari baik lisan maupun tulisan dalam konteks bahasa Indonesian, pemakaian bahasa Indonesia tersebut diantaranya melalui wacana tulis dan lisan. Wacana tulis berkembang melalui buku pengetahuan surat kabar, iklan, persuratan, dan lainnya. Sedangkan wacana lisan terkembang melalui percakapan sehari-hari, radio, televisi, pidato, dan lainnya.
            Konsep pembelajaran bahasa Indonesia dimasa lalu cenderung menggunakan pendekatan structural dengan pokok bahasan yang menekannka bunyi, kosakata, dan kalimat. Akibat yang muncul antara lain guru lebih menekankan teori dan pengetahuan bahasa daripada keterampilan berbahasa, bahan pelajaran tidak relevan dengan kebutuhan siswa untuk berkomunikasi, struktur berbahasa dibahas secara lepas, evaluasi banyak menekankan aspek kognitif dan proses belajar mengajar lebih didominasi guru daripada berpusat pada siswa.

c.       Strategi Pembelajaran Bahasa Indonesia
Salah satu tujuan utama prorram bahasa umumnya adalah mempersiapkan siswa untuk melakukan interaksi yang bermakna dengan bahasa yang alamiah. Agar interaksi dapat bermakna bagi siswa perlu didesain secara mendalam program  pembelajaran bahasa Indonesia. Desain yang bertumpu pada komunikatif, intergratif, tematik yang didasari oleh aspek fleksibilitas, siswa sebagai subjek, proses, san kontestual yang tertuang dalam kurikulum.
Strategi pembelajaran merupakan aspek penting dalam kemajuan pendidikan disekolah. Apalagi saat ini Indonesia mulai  berbenah diri dalam pelaksanaan pendidikan bagi warganya melalui diversifikasi kurikulum yang dapat melayani kemampuan sumber daya manusia, kemampuan visual, sarana pembelajaran, dan budaya didaerah. Diversifikasi kurikulum tersebut pada akhirnya dapat menjamin hasil pendidikan bermutu yang dapat menbentuk masyarakat Indonesia yang damai, sejahtera, demokratis, dan budaya saing untuk maju (GBHN 1999). Disisi lain perubahan zaman yang semakin cepat menuntuk pembelajaran dapat mengimbangi perubahan tersebut.
Pembelajaran bahasa saat ini telah banyak strategi pembelajaran yang tersedia. Strategi itu sesuai dan spesifik dengan bahasa bahkan banyak strategi pembelajaran bahasa yang diadopsi oleh bidang studi yang lainnya. Perlu juga disampaikan bahwa strategi meliputi pendekatan, metode, dan teknik. Pendekatan adalah konsep dasar yang melingkupi metode dengan cakupan teoritis tertentu, metode merupakan jabaran dari pendekatan. Suatu pendekatan dapat dijabarkan kedalam berbagai metode. Metode adalah prosedur pembelajaran yang fokuskan kepencapaian tujuan, dari metode teknik pembelajaran diturunkan secara aplikatif. Suatu metode dapat diaplikasikan melalui berbagai teknik pembelajaran. Teknik adalah cara kongkret yang dipakai saat proses pembelajaran berlangsung sehingga guru dapat berganti-ganti teknik pembelajaran meskipun dalam koridor metode yang sama. Oleh karena itu, guru perlu menguasai dan dapat menerapkan strategi yang didalamnya terdapat pendekatan, metode, dan teknik secara spesifik
F.      Kesimpulan dan Saran

a.    Kesimpulan
·         Pendidikan dengan paradigma kritis menempatkan peserta didik sebagai subjek.
·         Proses pembelajaran harus bertumpu kepada siswa sebagai subjek belajar pembelajaran serta program bahasaumumnya adalah untuk mempersiapkan siswa melakukan interaksi yang bermakna dengan bahasa yang alamiah.
·         Keberhasilan pembelajaran adalah penguasaan metode pembelajaran.

b.   Saran
           Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca agar makalah kami dapat lebih baik lagi dalam penulisan selanjutnya.















DAFTAR PUSTAKA

Ardiana, Leo Idra, 2011. Pembelajaran Kontekstual. Makalah.
Brown, H. Douglas. 1987. Principles of Language Learning and Teaching. New Jersey: Prentice-Hall.
Dahar, Ratba Wilis. 1987. Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga.
Depdikbud. 1993. Kurikulum Bahasa Indonsesia di/ MA. Jakarta: Depdikbud.
De Porter, Bobbi dkk. 1999. Quantum Learning. Bandung: Kaifa.
            . 1999. Quantum Bussines. Bandung: Kaifa.
             . 2011. Quantum Teaching. Bandung: Kaifa.
Dryden, Gordon dan Vos, Jeanette. Revolusi Cara Belajar (bagian I dan II). Bandung: Kaifa.
Fakih, Mansur, dkk. 2001. Pendidikan Popular, Membangun Kesadaran Kritis. Jogyakarta: Insist dan Read Book.
Fairclough, Norman. 1995. Kesadaran Bahasa Kritis (terj. Hartoyo). Semarang: IKIP Semarang Press.
Gunawan, Adi W. 2003. Genius Learning Strategy. Jakarta: Gramedia.
Ibrahim, Muslimin, dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: University Press Unesa.
Johnson, Elaine B. 2002. Contextual Teaching and Learning. California: Corwin Press. Ine
Nunan, David. 1991. Learning Teaching Metbodology: A Tex Book For  Teacher. London: Prentice Hall.
Nur, Muhammad. 2000. Strategi-Strategi Pembelajaran. Surabaya: Pusat Studi Matematika dan IPA Sekolah, Unesa.
dan Wikandari, Prima Retno. 2000. Pengajaran Berpusat kepada Siswa dan Pendekatan Konstruktivis dalam Pengajaran. Surabaya: Pusat Studi matematika dan IPA Sekolah, Unesa.
Parera, Jos Daniel. 1996. Pedoman Kegiatan Belajar Mengajar Bahasa Indonesia, Landas Pikir dan Landas Teori. Jakarta: Grasindo.
Redway, Kathryn. 1992. Membaca Cepat. Jakarta: PT Pustaka Binaman Pressindo.
Rooijakkers, 1982. Mengajar dengan Sukses. Jakarta: Gramedia.
Rose, Colin dan Nicholl, Malcolm J. 2002. Accelerated Learning: Cara Belajar Cepat Abad XXI. Bandung: Nuansa.
Sindhunata (ed.). 2000. Membuka Masa Depan Anak-Anak Kita, Mentari Kurikulum Pendidikan Abad XXI. Jogyakarta: Kanisius.
Subyakto, Sri Utari. 1993. Metodologi Pengajaran Bahasa. Jakarta:Gramedia.
Suhandar, M.E. dan Supinah, Pien. 1992. Efektivitas Metode Pengajaran Bahasa Indonesia. Bandung: Pionir Jaya.
Suyatnodan Subandiyah, Heny. 2001. Metode Pembelajaran. Jakarta: Direktorat PLP Depdiknas.
Shor, Ira dan Freire, Paolo. 2001. Menjadi Guru Merdeka, Petikan Pengalaman. (terjemahan Nashir Budiman). Jogyakarta: LKIS.
Tarigan, Henry Guntur. 1988. Pengajaran Pemerolehan Bahasa. Bandung: Angkasa.